BANDA ACEH - Tujuh pilar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) bersepakat menekan angka kriminalitas di Aceh, agar terwujudnya rasa aman, nyaman, dan tertib di tengah-tengah masyarakat. Salah satu upaya dilakukan, yakni dibentuknya lembaga Forum Kemitraan Perpolisian Masyarakat (FKPM) dan Balai Kemitraan Perpolisisan Masyarakat (BKPM). Tujuh pilar dimaksud, yakni Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Kapolda NAD, Irjen Pol Rismawan, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Sayed Fuad Zakaria, Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Badruzzaman Ismail, Rektor IAIN Ar-Raniry Yusny Saby, Ketua PWI Aceh A Dahlan TA, dan Naimah Hasan, Presidium Balai Syura Inong Aceh.
Komitmen itu dilaksanakan dengan penandatanganan surat keputusan bersama oleh tujuh pilar tersebut, tentang Perpolisian Masyarakat (Polmas) dan Hak Azazi Manusia (HAM), di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Sabtu (29/11). Program keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) itu, didukung oleh IOM, Uni Eropa dan Kerajaan Belanda.
Kapolda NAD, Irjen Pol Rismawan mengatakan, Polmas merupakan satu strategi Kapolri mewujudkan rasa aman dan tertib di lingkungan masyarakat Indonesia, khususnya di Aceh. Program ini merupakan village project yang pertama di Aceh. Kegiatan tersebut juga dilakukan di seluruh Indonesia.
“Menciptakan keamanan dan ketertiban di Aceh, tidak bisa dilakukan sendiri oleh kepolisian tanpa peran serta elemen masyarakat, pemerintahan daerah (Pemda), baik di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota,” kata Rismawan saat acara Seminar Nasional dalam rangka HUT ke-40 Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry se-Provinsi NAD.
Menurut dia, telah berbagai upaya dilakukan Polri mencari pemecahan soal Kamtibmas, selama ini belum optimal. Sebab, geografis Aceh sangat luas. Sementara perbandingan jumlah polisi dan masyarakat tidak sebanding. Standar PBB, rasio polri satu banding 300 orang. Akan tetapi di Aceh satu polisi banding 450 orang.
“Melihat pola dan sistem negara lain berhasil menanggulangi Kamtibmas, dengan cara mengedepankan community police (perpolisian masyarakat). Dikeluarkan skep Kapolri no 737 tahun 2005, tentang perpolisian masyarakat. Kemudian, dijalankanlah program tersebut sebagai strategi Polri soal Kamtibmas,” ungkapnya.
Kata dia, program Polmas ini merupakan cara pandang baru mengenai paradigma Polri, bersama-sama masyarakat memecahkan masalah konflik dialami warga setempat, menanggulangi kejahatan, dan ketakutan.
“Semua permasalahan bisa diselesaikan secara musyawarah gampong, tidak perlu dibawa ke tingkat kepolisian dan pengadilan. Di daerah lain sudah banyak dilakukan cara ini. Agar terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat, dibentuklah FKPM dan BKPM ke dalam tuha pheut melalui persetujuan pilar-pilar pemerintahan,” pungkasnya. (Sumber: www.serambinews.com)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar